*ke Buitenzorg (Bogor) dua abad yang lalu
Awal Pembukaan Buitenzorg (Kampung Baru) oleh Belanda
Sebuah lukisan karya Raden Saleh yang bersetting di sekitar daerah Batu Tulis, Buitenzorg. |
Pada masa lalu, Buitenzorg atau Bogor adalah ibukota kerajaan Pajajaran. Nama sebelumnya adalah Pakuan. Setelah runtuh akibat serangan Kesultanan Banten, Pakuan tidak pernah disebut lagi. Pada tahun 1687, Gubernur Jendral Johanes Camphuijs memerintahkan Tanuwijaya, seorang perwira VOC pribumi Sunda trah Sumedang untuk membuka hutan di wilayah selatan Batavia. Akhirnya, Tanuwijaya berhasil membuka perkampungan baru di daerah Parung Angsana. Selanjutnya perkampungan itu dinamakan Kampung Baru. Tempat inilah yang selanjutnya menjadi cikal bakal tempat kelahiran Kabupaten Bogor yang didirikan kemudian. Kampung-kampung lain yang didirikan oleh Tanujiwa bersama anggota pasukannya adalah: Parakan Panjang, Parung Kujang, Panaragan, Bantar Jati, Sempur, Baranang Siang, Parung Banteng dan Cimahpar. Dengan adanya Kampung Baru menjadi semacam pusat pemerintahan bagi kampung-kampung lainnya.
Dokumen tanggal 7 November 1701 menyebut Tanujiwa sebagai Kepala Kampung Baru dan kampung-kampung lain yang terletak di sebelah hulu Ciliwung. Gubernur Jendral Matheus De Haan memulai daftar bupati-bupati Kampung Baru atau Buitenzorg dari tokoh Tanujiwa (1689-1705), walaupun secara resmi penggabungan distrik-distrik baru terjadi pada tahun 1745.
Pada 4 dan 5 Januari 1699 Gunung Salak meletus disertai gempa yang sangat kuat. Dari sebuah catatan bertahun 1702 melaporkan akibat-akibat yang ditimbulkan sebagai berikut :
1. Dataran tinggi antara Batavia dan Cisadane di belakang bekas kraton raja-raja Jakarta (Pakuan) yang tadinya berupa hutan berubah menjadi lapangan luas terbuka tanpa pohon-pohon sama sekali.
2. Permukaan tanah tertutup tanah liat merah halus. Di beberapa tempat tanah telah mengeras hingga menyulitkan orang berjalan di atasnya.
3. Aliran Ciliwung dekat muaranya tersumbat sepanjang beberapa ratus meter akibat lumpur yang dibawanya. Tidak terdapat berita mengenai keadaan penduduk sepanjang aliran sungai itu.
Gubernur Jendral Abraham Van Riebeeck kemudian membersihkan sumbatan itu. Atas jasanya ini Van Riebeeck meminta imbalan berupa tanah di Bojong Manggis dan Bojong Gede. Tahun 1704 ia membangun rumah peristirahatan di daerah Batu Tulis setelah Gunung Salak dianggap tidak membahayakan lagi. Pada tahun 1709, Van Riebeeck menyuruh membangun jalan ke arah pantai selatan. Di sini pada tahun 1714 atas biaya Wali Negeri didirikan empat daerah yaitu Gunung Guru, Citarik, Pondok Opo, dan Cidurian.
Peresmian Buitenzorg Sebagai Kota
Setelah pembangunan-pembangunan yang dilakukan oleh Gubernur Jendral Abraham Van Riebeeck di wilayah Kampung Baru, pejabat VOC mulai melirik wilayah itu. Alam Kampung Baru yang masih asri banyak memikat orang-orang Belanda.
Hingga Pada tahun 1744 Gubernur Jendral Gustaaf W. Van Imhoff melakukan kunjungan ke Kampung Baru. Sejak tanggal 20 Agustus hingga September Van Imhoff bearada di Kampung Baru. Dalam kunjungan ini Van Imhoff sekaligus ingin meninjau kemungkinan pembangunan Kampung Baru lebih lanjut menjadi sebuah kota. Van Imhoff memang tertarik dan berencana mengembangkannya sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan gubernur jendral. Rencananya itu ia realisasikan dengan mengajukan petisi kepada Dewan Perwakilan Resmi Pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1745. Dalam petisi itu Van Imhoff mengajukan rencana-rencananya atas Kampung Baru. Petisi Van Imhoff tersebut berisi :
1. Daerah Kampung Baru diubah menjadi suatu tempat peristirahatan gubernur jendral dan staf-staf VOC.
2. Menjadikan daerah ini sebagai daerah pertanian dan perkebunan sebagai percontohan bagi daerah lainnya.
3. Merencanakan perubahan perilaku penduduk yang dianggap malas (pada waktu itu), menjadi masyarakat yang mempunyai kemampuan atau keahlian misalnya Ambtenar (pegawai negeri), ahli pertanian, ahli perkebunan, dan sebagainya.
Van Imhoff sangat serius dengan rencananya tersebut. Dari ketiga petisi yang ia ajukan tersebut tampak bahwa pembangunan Kampung Baru ini tidak sekadar sebagai proyek sambil lalu. Van Imhoff tampaknya punya ekspektasi besar pada pembangunan Kampung Baru ini. Dan dewan segera menyetujui petisi Van Imhoff ini.
Saat itu di sekitar Wilayah Kampung Baru terdapat delapan distrik dan bersama dengan Kampung Baru kedelapan distrik itu digabungkan menjadi satu pemerintahan Regentschap. Kesembilan distrik itu adalah Cisarua, Pondok Gede, Ciawi, Ciomas, Cijeruk, Sindang Barang, Balubur, Darmaga, dan tentu saja Kampung Baru. Penggabungan itu dilakukan pada tahun 1745 juga, segera setelah petisi Van Imhoff mendapat persetujuan dewan. Nama resmi untuk regentschap itu adalah Kampung Baru Buitenzorg atau biasa dikenal Buitenzorg saja. Daerah ini dikepalai oleh seorang Bupati.
Pembangunan pertama yang diprakarsai oleh Van Imhoff di Kampung Baru Buitenzorg adalah sebuah rumah sakit militer di daerah Cipanas (bukan Istana Bogor yang selama ini dipercayai orang). Lalu untuk tempat persinggahan dari Batavia ke Cipanas ini dibangunlah sebuah rumah peristirahatan di lokasi Istana Bogor sekarang. bangunan ini ia namai Villa Buitenzorg. Dia sendiri yang membuat sketsa bangunannya dengan mencontoh arsitektur Blenheim Palace, kediaman Duke of Malborough (dibangun antara 1705 -1722), dekat kota Oxford di Inggris. Dengan Surat Keputusan Dewan Direksi VOC di Amsterdam tanggal 7 Juni 1745, lahan di sekitar Buitenzorg yang diusulkan Van Imhoff dijadikan dijadikan semacam tanah bengkok yang harus dibeli oleh tiap Gubernur Jenderal baru kepada pejabat lama yang digantikannya. Rencananya, pembangunan rumah peristirahatan ini ia maksudkan untuk menjadi kediaman gubernur jendral di pedesaan. Namun keinginan Van Imhoff yang royal itu ditentang oleh para direktur VOC. Rumah peristirahatan itu akhirnya diberikan secara cuma-cuma kepada Van Imhoff.
Dari sembilan distrik itu kemudian Kampung Baru Buitenzorg meluas hingga meliputi Puncak, Telaga Warna, Mega Mendung, Ciliwung, Muara Cihideung, Puncak Gunung Salak dan Puncak Gunung Gede. Van Imhoff kemudian secara resmi diakui sebagai tuan tanah di kawasan itu.
Situasi Kota Batavia Menjelang Akhir Abad 18 Hingga Awal Abad 19
Dalam sebuah memoar penjelajahannya, Voyages, James Cook mengatakan bahwa kematian tidaklah berarti apa-apa di Batavia. Ia mengatakan hal itu setelah tinggal selama beberapa bulan di Batavia. Pada paruh terakhir abad 18 Batavia memang tak seindah masa-masa yang lalu. Ketika itu, Batavia yang pernah menjadi salah satu pemukiman favorit orang Eropa, sudah jatuh reputasinya. Bahkan Batavia ketika itu dipandang sebagai salah satu tempat yang paling tidak sehat di bumi.
Wabah penyakit malaria telah lama menyebar di Batavia. Para ahli kesehatan masa itu bahkan tidak tahu-menahu perihal penyebabnya. Mereka malah menyalahkan angin laut dan kemudian angin darat yang mebawa penyakit. Tetapi dididuga sumber malaria itu adalah dari daerah kanal yang digali agak jauh dari kota. Kanal itu dibangun tahun 1732 dan sejak itu dua pemukiman pribumi di sekitarnya banyak yang jatuh sakit. Dari sanalah diperkirakan malaria menyebar hingga ke kota. Angka kematian akibat malaria ini cukup tinggi bahkan hingga memasuki abad 19.
Sebuah litografi yang menggambarkan kota Batavia sekitar Abad 18. Kota makin ramai dan penuh sesak oleh pendatang ataupun pribuminya sendiri. |
Keadaan yang tidak sehat ini sangat menyulitkan bagi VOC. Prajurit-prajuritnya juga banyak berkurang karena malaria atau penyakit tropis lainnya. Batavia membutuhkan perbaikan, namun sepertinya VOC tidak sempat memikirkan hal itu. Penduduk yang masih sehat dan mampu memilih untuk pindah ke pedesaan yang lebih sehat. Bahkan sejak 1741, gubernur jendral tidak mau menempati istana di dalam benteng Batavia. Bagian-bagian Batavia lama semakin terbengkalai setiap tahunnya.
Keadaan tak banyak berubah hingga kedatangan Gubernur Jendral Daendels pada 1808. Daendels yang agresif dan bertangan besi merubah hampir semua tatanan kolonial di Batavia. Ia sangat menginginkan efisiensi dalam birokrasi dan juga melakukan perluasan wilayah Batavia. Daendels datang ke Batavia sebagai pendukung Prancis. Karena itulah ia juga bertugas menjaga Jawa dari kepungan Inggris. Namun Batavia yang tua dan terbengkalai jelas tak akan mampu lagi menahan serangan dari laut. Apalagi dengan kondisi fisik Batavia yang mulai menjadi kumuh. Dalam usahanya untuk menyehatkan kota, Daendels kemudian memerintahkan penghancuran tembok-tembok Batavia agar mendapatkan hawa yang lebih segar. Selain itu Daendels juga memindahkan istananya sedikit ke pedalaman di Weltevreden (Gambir).
Pemilihan Pusat Kedudukan Hindia Belanda ke Buitenzorg
Seperti yang telah dijelaskan di atas, jelas sekali bahwa kondisi kota Batavia menjelang akhir abad ke 18 tidaklah cukup memungkinkan untuk pusat kedudukan pemerintah Hindia Belanda. Terutama sekali karena masalah kesehatan dan banjir. Di tambah lagi pada masa itu Belanda yang dikuasai Prancis sedang berperang melawan Inggris, otomatis kota Batavia harus siap menahan serangan Inggris dari laut. Tapi keadaan benar-benar tidak memungkinkan. Di awal abad 19 kota Batavia telah sedikit meluas hingga Weltevreden. Namun perluasan ini tidak banyak memberikan solusi.
Hingga akhirnya Gubernur Jendral Daendels merencanakan pemindahan kedudukan pemerintahan. Sebelumnya, pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Pieter Van Overstraten (1796-1801), telah mengembangkan rencana pemindahan kedudukan pemerintahan ke pedalaman Jawa Tengah. Namun rencana itu tidak pernah dilanjutkan. Lalu Daendels sendiri berencana memindahkan kedudukan pemerintahan Hindia Belanda ke Surabaya. Sebagai kota pelabuhan, Daendels melihat potensi Surabaya sangat cocok untuk pengembangan kekuatan dalam usahanya membendung Inggris. Namun rencana Daendels ini juga tak dapat dilaksanakan karena jarak yang terlalu jauh dan berat. Akhirnya Daendels memutuskan untuk memindahkan pusat kedudukan pemerintahan Hindia Belanda ke pedalaman, ke arah selatan dari Batavia, Buitenzorg.
Penetapan Buitenzorg sebagai pusat kedudukan pemerintahan Hindia Belanda dilakukan pada tahun 1808. Daendels sekaligus juga merenovasi Villa Buitenzorg menjadi istana dan statusnya ditetapkan sebagai kediaman resmi gubernur jendral. Di sini pula perundingan-perundingan dengan Dewan Hindia Belanda dilangsungkan.
Buitenzorg pada Masa-masa Selanjutnya
Dinamika Kota Buitenzorg terus meningkat seiring berjalannya waktu. Sejak diresmikan sebagai kota kedudukan pemerintahan Hindia Belanda, pembangunan Buitenzorg terus berlangsung. Keberadaan Villa Buitenzorg selanjutnya banyak berpengaruh terhadap proses perkembangan fisik kota pada masa-masa berikutnya. Pada masa berikutnya 1888, gedung Algemeene Secretarie dipindahan dari Batavia ke Buitenzorg. Beberapa hal penting yang berkaitan dengan perubahan fungsi kota, antara lain:
1. Penetapan fungsi kota Bogor sebagai kota pusat administrasi dan pemerintahan Hindia Belanda, terutama sejak dibangunnya gedung Algemeene Secretarie sebagai kantor pusat pemerintahan umum.
2. Penetapan Kota Bogor sebagai pusat penelitian tanaman tropis dan pusat kegiatan perkebunan untuk wilayah Sukabumi, Jasinga, Semplak, Depok, dan Cianjur, terutama setelah dibuatnya Plantentuin dan lembaga pendukungnya.
3. Seiring dengan prinsip Buitenzorg dan sesuai dengan fungsi Kota Bogor sebagai pusat pemerintahan, ditetapkan pola fisik perumahan di wilayah kota yang harus dikembangkan sebagai Residenrie-Iuxe.
4. Mulai dibuka jalur hubungan kereta api Batavia-Buitenzorg pada tahun 1873, yang dapat mempengaruhi mobilitas sosial dan perekonomian kota.
Tercatat bahwa pada tahun 1752, belum ada orang asing yang menetap di Buitenzorg. Setelah pembukaan kota itu, orang-orang asing dari Cina, India, Arab dan tentu saja orang-orang Eropa terus berdatangan. Pemerintah Hindia Belanda mengatur agar penyebaran penduduk ini di bedakan berdasarkan perbedaan kelas masyarakat menurut warn kulit. Orang-orang Cina mendiami daerah Pecinan atau Lawa Seketeng dan daerah tersebut sekaligus dijadikan pusat perdagangan dan jalur ekonomi. Orang Arab mendiami daerah sekitar Empang. Orang Eropa sebagai warga kelas I yang terhormat terutama berpusat di Kedung Halang dan di sekitar jalan raya pusat kota atau disebut Preanger Lijn yang diresmikan pada tahun 1872. Sementara orang-orang pribumi sebagai warga kelas IV mendiami pelosok-pelosok desa yang sekarang terletak di sekitar Bondongan.
Tahun 1904 dengan keputusan Gubernur Generaal Van Nederland Indie Nomor 4 tahun 1904 Hoofplaats Buitenzorg mencantumkan luas wilayah 1.205 yang terdiri dari 2 Kecamatan & 7 Desa, diproyeksikan untuk 30.000 Jiwa .
Pada tahun 1905 Buitenzorg diubah menjadi gemeente berdasarkan Staatblad 1926 yg kemudian disempurnakan dengan Staatblad 1926 Nomor 328.
Tahun 1924 dengan keputusan Gubernur Generaal Van Nederland Indie Nomor 289 tahun 1924 ditambah dengan desa Bantar jati dan desa Tegal Lega seluas 951 ha, sehingga mencapai luas 2.156 ha, diproyeksikan untuk 50.000 Jiwa.
Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1941, Buitenzorg secara resmi lepas dari Batavia dan mendapat otonominya sendiri. Keputusan dari gubernur Jendral Belanda di Hindia Belanda No. 11 tahun 1866, No. 208 tahun 1905 dan No. 289 tahun 1924 menyebutkan bahwa wilayah Bogor pada waktu itu seluas 22 Km persegi, terdiri dari 2 sub distrik dan 7 desa.
Sebuah litografi yang menunjukkan bentuk Villa Buitenzorg saat baru pertama kali dibangun |
Bentuk Villa Buitenzorg setelah pemugaran akibat gempa yang mengguncang Buitenzorg pertengahan abad 19. Mendapat sentuhan gaya Inggris dengan taman dan kolam yang luas. |
Villa Buitenzorg atau Istana Bogor yang sekarang. |
Mandalawangi, 3-7 April 2011.
Selesai ditulis atas bantuan Adya Nugraha, Martin Sitompul, M. Najmuddin, Tito Wirawan, dan Djuliana. Terima kasih banyak kawan ^_^
Selesai ditulis atas bantuan Adya Nugraha, Martin Sitompul, M. Najmuddin, Tito Wirawan, dan Djuliana. Terima kasih banyak kawan ^_^
Catatan :
* Buitenzorg : terjemahan bahasa Belanda dari idiom Prancis Sans Souci yang artinya "tanpa rasa gundah"
* regentschap : wilayah setingkat kabupaten.
* gemeente : daerah kota di mana terdapat komunitas orang-orang Eropa di dalamnya.
* stadblad : peraturan negara Hindia Belanda.
* plantentuin : kebun raya.
* Algeemene Secretarie : lembaga sekretariat negara pada masa Hindia Belanda.
Daftar Pustaka :
Toer, Pramoedya Ananta. 2007. Jalan Raya Pos, Jalan Daendels. Jakarta : Lentera Dipantara.
Vlekke, Bernard H.M.. 2008. Nusantara, Sejarah Indonesia. Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia.
Winarno, F.G.. 1990. Bogor, Hari Esok Masa Lampau. Bogor : PT Binahati
prov.jakarta.go.id
himateta.lk.ipb.ac.id
Mantaab, asik.
BalasHapusthaks boi..
BalasHapusLagi nyari sumber buat Sejarah Kesultanan, eeeh terdampar di blog lu fed. hahaha (nandi)
BalasHapusTolong infonya mengenai nama-nama distrik di kabupaten bogor beserta underdistrik nya...terima kasih
BalasHapusAKTIF4D: Situs Slot Online Deposit Pulsa Tanpa Potongan
BalasHapusAKTIF4D adalah agen resmi togel dan slot online yang terbaik dan agen judi online terpercaya, sehingga kamu tidak perlu ragu untuk bergabung. Tidak perlu ragu karena takut penipuan, karena AKTIF4D sudah sangat terpercaya. Sehingga kamu dapat memainkan banyak permainan pada Situs Judi Online ini. Banyak keuntungan yang akan kamu dapatkan dengan mendaftar dan bergabung sebagai member Agen Resmi Judi Online AKTIF4D.
slot deposit pulsa tanpa potongan | agen slot pulsa tanpa potongan terpercaya | agen slot joker terpercaya | agen slot dan togel terpercaya | agen slot online terpercaya | agen judi slot terpercaya | situs judi slot online | slot online indonesia | daftar situs judi slot online terpercaya | situs judi slot online terpercaya 2021 | agen slot pay4d
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus