
Sebuah kebetulan pada hari jumat (13/3) saya melihat Rusda, ketua OSIS saya, membaca sebuah selebaran yang membahas tentang pemilih pemula. Saya meminjamnya dan membaca sekilas, menarik. Ternyata selebaran itu juga disertai dengan undangan dengan tulisan besar di kopnya : TEMU POLITIK KAWULA MUDA “PERAN PEMILIH PEMULA DALAM PEMILU”. Terasa sangat kota dan berat. Saya tertarik dan menawarkan diri untuk mengikuti acara tersebut. Ternyata Rusda menyetujuinya karena memang belum ada yang mau ikut acara itu.
Akhirnya saya mengajak teman sedesa saya untuk ikut tapi ia tak datang. Jadilah saya berangkat sendiri. Tempatnya di Insumo Palace. Sampai di Insumo saya langsung masuk aula dan check in. agak terkejut juga, saya dapat fasilitas yang bagus dan tampak mewah. Ya, tentu saja saya terkejut karena acara ini gratis. Lumayan, pikir saya. Sebelum acara dimulai saya sempatkan untuk berkenalan dengan peserta lain. Dan kami cepat akrab. Pesertanya sendiri berasal dari SMA/MA dan Universitas kota Kediri.
Acara dimulai dengan sangat mengesankan. Tak ada pembukaan secara resmi, tapi asyik juga karena tak perlu mendengarkan sambutan-sambutan yang bertele-tele. Pertama kali kami (saya dan peserta lainnya) diajak untuk menyanyikan lagu kerakyatan. Saya sebut lagu kerakyatan karena memang lagu-lagunya enak dicerna dan mencerahkan bagi rakyat yang awam sekalipun. Saya sangat bersemangat. Nanti di akhir tulisan ini akan saya tulis lagu-lagu yang kami nyanyikan itu. Baru setelah menyanyi bersama dan suasana jadi fresh acara intinya dimulai. Pembicaranya dari Friedrich Naumann Stiftung Indonesia (FNSI) dan anggota DPR RI Komisi Penegakan Hukum.

Sejak awal acara saya sangat interest. Temanya menarik, seputar demokrasi dan hak berpolitik. Pak Warsito dari FNSI menyampaikan pengantar tantang perspektif politik dan demokrasi. Panjang lebar beliau menjelaskan tentang arti sesungguhnya politik itu. Politik adalah semacam kerja pengabdian kepada masyarakat. Dan politik bukanlah barang mewah yang hanya kebiasaan elit pejabat. Politik adalah hak semua Rakyat Indonesia. Tanpa kecuali. Saya setuju dengan konsepsi beliau, hanya saja saya sedikit pesimis. Selama ini tak tampak gerakan yang berarti dari rakyat sendiri. Kalau pun ada, saya rasa itu demo. Dan saya lebih pesimis lagi karena tampaknya tendensi demonstrasi sekarang ini agaknya telah bergeser dari mainstream. Lebih kepada kepentingan golongan. Tampaknya konsepsi Pak Warsito ini masih dalam ranah idealis-teoritis. Dan pembaca tahu sendiri di masyarakat kita sudah mewacana bahwa politik adalah hal yang kotor. Tak kenal kawan tak kenal saudara, hanya kenal kemenangan dan kekuasaan. Sungguh ironis.
Pak Warsito menambahkan bahwa persepsi miring oleh masyarakat terhadap konsep politik sebetulnya bersumber dari lemahnya kontrol terhadap sistem politik dan oknum politisi. Hal ini secara nyata dapat kita lihat dari adanya istilah “politisi busuk”. Tapi sekali lagi saya sangsi dengan beliau. Sebabnya, kwalitas masyarakat kita saat ini tampaknya belum siap untuk tugas kontrol seperti kata beliau. Terlalu jauh dari pikiran rakyat kita yang sehari-hari mencangkul, tawar-menawar, dan tentu saja yang daerahnya terpencil. Tapi dengan kesangsian-kesangsian itu saya mendapat banyak ilmu yang berharga.
Pemateri kedua adalah Bu Eva dari DPR RI Komisi Penegakan Hukum. Bu Eva lebih banyak membahas tentang siapa itu yang kita sebut politisi busuk dan aspek ukuran politik yang bersih. Politik yang bersih, sungguh menari saya kira. Sesuatu yang langka dan “hampir punah” di tanah air. Beliau menekankan ukuran politik bersih itu setidaknya terlihat dari tiga sudut pandang yaitu : ilmu, etika, dan estetika. Ternyata banyak hal dalam politik yang saya rasa sangat khayal. Sungguh jauh dari otak masyarakat kita yang kebanyakan masih awam. Beliau menceritakan keprihatinannya melihat konstituen-konstituen yang mengajukan diri menjadi caleg. Sepertinya tak ada standar kwalitas bagi seseorang untuk menjadi wakil rakyat. Sepertinya kebanyakan mereka bermodalkan keberanian dan idealisme, tanpa punya intelektualitas yang memadai. Seperti kasus seorang guru tari yang mencalonkan diri jadi caleg. Terasa tidak nyambung dan sedikit meragukan. Guru tari itu tak punya pengalaman praktis dalam berpolitik dan dipertanyakan juga eksistensinya. Hal ini akan berbeda jika misalnya seorang TKW yang sudah malang melintang di organisasi yang membela hak-hak TKW mencalonkan diri menjadi caleg. Ia jelas punya pengalaman praktis dan orientasi kuat kemana kegiatan politiknya ajan diarahkan. Sekali lagi beliau menekankan bahwa meski politik adalah hak semua rakyat tapi konstituen-konstituen yang berkecimpung di dalamnya juga harus punya kwalitas, jadi tak hanya butuh idealisme semata.
Lebih jauh Bu Eva mencoba menerangkan kepada kami bahwa pemicu munculnya politisi busuk yang bermain money politik adalah sifat demokrasi kita yang masih materialistik. Orientasi masyarakat kita masih belumbisa beranjak dari uang. Sangat disayangkan. Saya jadi berpikir, betapa ironis dan tragisnya masyarakat kita. Semua permasalahan ini sangatlah kompleks dan terlalu elit untuk ukuran otak orang Indonesia yang masih sederhana. Tapi ada sedikit optimisme yang di lontarkan oleh Bu Eva. Optimisme itu adalah setiap pelajar dan mahasiswa yang tanggal 9 April nanti akan menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Merekalah sosok-sosok yang kritis dan tak bisa dibeli dengan janji dan uang. Pemuda Indonesia. Saya jadi bangga mendengarkan kata-kata Bu Eva yang satu ini. Saya juga termasuk Pemuda Indonesia.
Selesai dengan seminar itu suasana yang tadinya serius jadi agak cair gara-gara candaan cerdas moderator. Kami istirahat untuk makan dan sholat. Saya kembali terkejut tapi juga senang tak alang kepalang. Sebabnya karena kami (ini penilaian objektif saya yang agak ndeso) dijamu dengan masakan standar hotel. Sungguh senang saya. Kapan lagi makan enak, pikir saya. Dan tanpa pikir panjang dan agak tak tahu diri saya bergaya bak bos dengan mengajak teman kenalan saya untuk memesan makanan apa saja. “Aku traktir kalian semua,” kata saya tak tahu diri. Dan saya mengambil makan yang enak-enak itu. Benar-benar enak. Alhamdulillah.
Usai sholat acara berlanjut. Kini kami dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok diskusi yang akan diberi semacam soal kasus oleh panitia dan mereka harus menemukan pemecahannya lalu mempresentasikan kepada peserta lainnya. Ada tiga tema yang harus mereka pecahkan yaitu : pengawalan kebijakan DPR, Menangulangi money polotik, dan menggulangi golput. Kelompok kedua adalah kelompok simulasi politik. Mereka akan langsung perform sebagai anggota dewan, pemerintah, dan rakyat. Nantinya mereka akan melakukan semacam debat dengan tema wacana kelangkaan BBM dan konversi BBM menjadi LPG yang masih kurang merata dan tak menyentuh rakyat kecil. Dan kelompok ketiga adalah kelompok menyanyi. Agak tak nyambung memang. Kami diharuskan menciptakan lagu yang sifatnya merakyat dan penuh semangat untuk menjadi media pembelajaran politik bagi masyarakat. Saya masuk di kelompok ketiga.
Bergabung dengan kelompok ini sangat menyenangkan. Pak Yayak, seorang instruktur lulusan ITB jurusan senirupa dan desain, oranganya sangat humanis. Beliau sudah tua tapi semangatnya tak kalah dengan yang masih muda. Beliau membimbing kami dengan sangat menyenangkan. Tak ada kesan menggurui. Saya dapat ilmu menarik dari beliau. Lagu adalah penyimpan semangat yang paling ampuh. Analoginya, pada setiap peperangan, pasti barisan paling depan adalah barisan prajurit pemusik. Selama peperangan berlangsung mereka akan terus mengumandangkan lagu-lagu sebagai penyemangat kawan-kawannya bertempur. Di Indonesia sendiri, pada masa orba, puluhan bahkan ribuan mahasiswa di Medan yang berdemonstrasi dengan penuh semangat menyanyikan lagu penyemangat perjuangan. Sampai mereka diserang oleh TNI mereka tetap semangat dan tak mengendurkan perjuangannya. Seperti kata Chairil Anwar : “sekali berarti, sudah itu mati”. Kami pun berhasil menciptakan sebuah lagu. Saat itu sekali lagi saya bangga. Saya ikut andil dalam merumuskan lirik lagu tersebut.
Selanutnya adalah presentasi dan perform dari kami. Kelompok pertama dengan sukses dan cerdik berhasil memecahkan permasalahan yang disodorkan panitia, kelompok dua menampilkan debat yang lumayan seru, dan kelompok ketiga menyanyi dengan penuh semangat tapi agak sumbang dan kurang kompak. Tak apalah, pikir kami, yang penting semangat. Setelah itu acara follow up, dan saya semakin bangga. Dalam satu kesempatan saya memberanikan diri berbicara di depan. Sungguh menyenangkan dan saya selangkah lebih maju.
Acara selesai dengan baik dan saya membawa semangat Pemuda Indonesia yang saya peroleh itu pulang. Dan inilah oleh-oleh dari acara ini :
SAMA-SAMA
Belajar sama-sama
Bertanya sama-sama
Kerja sama-sama
Reff : semua orang itu guru
Alam raya sekolahku
Sejahteralah bangsaku
RAKYAT INDONESIA
Aku rakyat Indonesia
Aku punya cita-cita
Punya mobil punya sawah
Jadi mentri atau bupati
Aku cinta indonesia
Aku cinta pancasila
Apa daya uang tak pounya
Sekolahpun aku tak bisa
Reff : indonesia kaya raya
Mengapa aku menerita
Tapi aku tetap gembira
Karena bisa teriak Merdeka!
Aku anak siapa saja
Ayah kerja ibuku juga
Pagi sampai sore hari
Upahnya habis sudah
Aku makan propaganda
Dengan lauk janji-janji
Terka kau ini siapa
Aku rakyat Indonesia
RAKYAT BERSATU
Satukan dirimu semua
Seluruh rakyat senasib serasa
Susah senang di rasa sama
Bangun, bangun segera
Satukanlah berai jemarimu
Kepalkanlah dan jadikan tinju
Bara lapar jadikan palu
Tuk pukul lawan tak perlu meragu
Reff : pasti menang harus menang rakyat berjuang
Pasti menang harus menang rakyat merdeka
*hari terus berganti, tak harus kalah lagi
Si penindas harus pergi, untuk hari esok yang lebih baik
pasti menang harus menang rakyat berjuang
Pasti menang harus menang rakyat merdeka
*jangan mau ditindas, jangan mau dijajah
Jiwa dan pikiran kita, untuk hari esok yang lebih baik.
Dan inilah lagu ciptaan kami :
SANG KAWULA MUDA
Sang kawula muda ayo berjuang
Kibarkan panji, panji keadilan
Sang kawula muda ayo berjuang
Kibarkan panji, panji perdamaian
Sang kawula muda ayo berjuang
Tak pernah gentar, slalu tetap tegar
Reff : lawan penindasan lahir perdamaian
Hilangkan tirani wujudkan keadilan .
Mandalawangi, 15 Maret 2009
Senin, 16 Maret 2009
POLITIK BUAT ANAK MUDA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Good, selama ini kesadaran berpolitik, dan kecintaan generasi muda terhadap bangsa ini sangat kurang sekali! so sangat tepat!
BalasHapusSEMANGAAAAT!
Sebuah kesadaran berpolitik sejak dini
BalasHapusGooog, memberi kita untuk semangat
BalasHapusanak muda berpolitik?? why not!!! ya.. ya... emang berpolitik harus dimulai n disadari dr mulai sejak dini.
BalasHapusNice post,semoga dengan wahana seperti ini bisa membangkitan kesadaran berpolitik anak muda. Asal bukan politik praktis semata...
BalasHapus