.:: ASSALAMU'ALAIKUM PEMBACA YANG BUDIMAN * SELAMAT MEMBACA CATATAN-CATATAN SEDERHANA INI ::.

Minggu, 17 April 2011

MUHAMMAD, KISAH HIDUP NABI BERDASARKAN SUMBER KLASIK


Muhammad, sebuah nama yang tak habis-habisnya disebut. Sejak kelahirannya 14 abad yang lampau, dunia telah berubah cukup drastis karenanya. Dipuji dan dihormati baik oleh umatnya  maupun penganut kepercayaan lain  karena kemuliaan akhlaknya dan kepemimpinannya. Statusnya sebagai nabi akhir zaman tak dapat dipungkiri adalah tanda kebesaran pribadinya. Tak habis-habisnya para cendekiawan menulis tentangnya. 

Muhammad, itulah judul buku biografi (shirah) yang disusun oleh Martin Lings alias Abu Bakar Sirajuddin ini. Barangkali biografi susunan Martin Lings ini adalah karya kesekian ribu dan bukanlah yang terakhir yang bercerita tentang kehidupan Nabi Besar ini. Namun bukan berarti biografi ini monoton saja. Justru untuk ukuran masa kini, Martin Lings memberikan sentuhan klasik tapi dituturkan secara modern pada buku ini. Apa pasal?
Read More......

SERI BUKU TEMPO : ORANG KIRI INDONESIA


Sebagian besar dari pembaca tentu pernah membaca buku tentang peristiwa G30S (cukup saya sebut begitu mengingat polemik ini tak pernah menemui kejelasan dan rasanya cukup adil untuk tidak menyinggung suatu pihak). Setidaknya anda pernah membacanya dan mempelajari sejarahnya di institusi sekolah. Saya yakin anda tidak akan menemui sebuah kebaruan fakta jika anda membaca dari buku diktat dengan kurikulum dari Kemendiknas atau buku yang dipromotori oleh pemerintah. Terutama sekali buku-buku dari yang empunya Orde Baru. Itu hal yang lumrah, mengingat di Indonesia ini penulisan sejarah sebagian besar masih didominasi oleh “sejarah orang besar”.

Angin segar berhembus ketika reformasi bergulir. Fakta-fakta baru yang sebelumnya haram dituturkan mulai ramai dikaji. Sejumlah kemungkinan-kemungkinan baru pun bermunculan. Termasuk juga dari tangan peneliti-peneliti luar negeri, G30S menjadi objek yang tak habis-habis digali. Tulisan terakhir tentang G30S yang saya catat adalah dari tangan Julius Pour. Namun semuanya, baik dari zaman Orba hingga kemarin, hanya sebatas memelototi dari sudut pandang besar yang luas. Kebanyakan bicara dengan gaya merekonstruksi. Mengapa terjadi G30S? Siapa saja yang terlibat? Siapa saja korbannya? Atau sebenarnya G30S itu apa sih? Hanya stagnan di sekitar itu-itu saja. Jenuh dan sepertinya malah menggiring pada pemitosan G30S.

Dari beberapa buku-buku yang pernah saya amati, tidak ada yang mendalaminya secara lebih personal. Semuanya dipukul rata sebagai “objek benda” sejarah. Bukan sebagai manusia yang turut membuat sejarah. Nah, ditengah-tengah pola monoton inilah buku hasil investigasi dari majalah TEMPO yang menghadirkan para “orang kiri” ini menjadi penting. TEMPO memberikan perspektif dan warna yang baru dalam memandang para “tersangka” G30S. Lebih menarik lagi bahwa sebagai sebuah karya berbau sejarah, seri buku Orang Kiri Indonesia bukanlah lahir dari metodologi sejarah yang lazim, tetapi lahir dari jurnalisme investigasi yang khas.  
Read More......

Kamis, 07 April 2011

Naar Buitenzorg Twee Eeuwen Geleden*


*ke Buitenzorg (Bogor) dua abad yang lalu
Awal Pembukaan Buitenzorg (Kampung Baru) oleh Belanda
Sebuah lukisan karya Raden Saleh yang bersetting di sekitar daerah Batu Tulis, Buitenzorg.
Pada masa lalu, Buitenzorg atau Bogor adalah ibukota kerajaan Pajajaran. Nama sebelumnya adalah Pakuan. Setelah runtuh akibat serangan Kesultanan Banten, Pakuan tidak pernah disebut lagi. Pada tahun 1687, Gubernur Jendral Johanes Camphuijs memerintahkan Tanuwijaya, seorang perwira VOC pribumi Sunda trah Sumedang untuk membuka hutan di wilayah selatan Batavia. Akhirnya, Tanuwijaya berhasil membuka perkampungan baru di daerah Parung Angsana. Selanjutnya perkampungan itu dinamakan Kampung Baru. Tempat inilah yang selanjutnya menjadi cikal bakal tempat kelahiran Kabupaten Bogor yang didirikan kemudian. Kampung-kampung lain yang didirikan oleh Tanujiwa bersama anggota pasukannya adalah: Parakan Panjang, Parung Kujang, Panaragan, Bantar Jati, Sempur, Baranang Siang, Parung Banteng dan Cimahpar. Dengan adanya Kampung Baru menjadi semacam pusat pemerintahan bagi kampung-kampung lainnya.

Dokumen tanggal 7 November 1701 menyebut Tanujiwa sebagai Kepala Kampung Baru dan kampung-kampung lain yang terletak di sebelah hulu Ciliwung. Gubernur Jendral Matheus De Haan memulai daftar bupati-bupati Kampung Baru atau Buitenzorg dari tokoh Tanujiwa (1689-1705), walaupun secara resmi penggabungan distrik-distrik baru terjadi pada tahun 1745.

Pada 4 dan 5 Januari 1699 Gunung Salak meletus disertai gempa yang sangat kuat. Dari sebuah catatan bertahun 1702 melaporkan akibat-akibat yang ditimbulkan sebagai berikut :
1.      Dataran tinggi antara Batavia dan Cisadane di belakang bekas kraton raja-raja Jakarta (Pakuan) yang tadinya berupa hutan berubah menjadi lapangan luas terbuka tanpa pohon-pohon sama sekali.
2.      Permukaan tanah tertutup tanah liat merah halus. Di beberapa tempat tanah telah mengeras hingga menyulitkan orang berjalan di atasnya.
3.      Aliran Ciliwung dekat muaranya tersumbat sepanjang beberapa ratus meter akibat lumpur yang dibawanya. Tidak terdapat berita mengenai keadaan penduduk sepanjang aliran sungai itu. 

Gubernur Jendral Abraham Van Riebeeck kemudian membersihkan sumbatan itu. Atas jasanya ini Van Riebeeck meminta imbalan berupa tanah di Bojong Manggis dan Bojong Gede. Tahun 1704 ia membangun rumah peristirahatan di daerah Batu Tulis setelah Gunung Salak dianggap tidak membahayakan lagi. Pada tahun 1709, Van Riebeeck menyuruh membangun jalan ke arah pantai selatan. Di sini pada tahun 1714 atas biaya Wali Negeri didirikan empat daerah yaitu Gunung Guru, Citarik, Pondok Opo, dan Cidurian.

Peresmian Buitenzorg Sebagai Kota
Setelah pembangunan-pembangunan yang dilakukan oleh Gubernur Jendral  Abraham Van Riebeeck  di wilayah Kampung Baru, pejabat VOC mulai melirik wilayah itu. Alam Kampung Baru yang masih asri banyak memikat orang-orang Belanda.
Read More......

Sabtu, 05 Maret 2011

DOKTER INDRO, SANWANI, MAS SLAMET, DAN MASALAH PEMBANGUNAN

Dokter Indro :
Kenapa orang sini pada borokan mulu nih ye? Nggak ada yang sakit jantung kayak di kota.
Mas Slamet :
Soalnya penyakit jantung nggak masuk program pemerataan itu.
Dokter Indro :
Loh kok gitu?
Mas Slamet :
Ya nggak tau', yang di gedongan sakitnya begitu,  yang bawah  borokan.
Dokter Indro :
Hmm, jadi penyakit jantung, penyakit liver kagak pernah mampir sini.
Sanwani :
Bukan ape-ape, penyakit jantung kagak mampir sini, penyakit jantung buat orang banyak pikiran. orang kecil pan nggak pernah mikir, laper mulu.
Dokter Indro :
Belon tentu lagi...
Mas Slamet :
Iye banyak lapernya daripada mikirnya.
Dokter Indro :
Belon tentu...
Mas Slamet :
Loh kok gitu?
Dokter Indro :
Iye... belon tentu makan sehari.
***

Dokter Indro :
Nah ini lagi, ini banyak ni di sini ni. tiap dateng "Dok, saya penyakit borok", dateng lagi "Dok saya sakit koreng". Aduh ileh...Ini borokan semua yak! livernya kapan??!
Sanwani :
Iye, Dok, maklum di kampung sini mandi cuci kakusnya nggak beres, Dok.
Dokter Indro :
MCK kurang bagus, ya lapor! Ke RT, RT ke RW, RW ke lurah, lurah ke camat, camat ke walikota, walikota ke gubernur.
Sanwani :
Eee! Udah saya laporin taun '72 ampe' sekarang belon diapa-apain!
Dokter Indro :
Berarti berkasnya nyangkut.
Sanwani :
Nyangkut di mane?
Read More......
.:: TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA * SEMOGA BERMANFAAT UNTUK ANDA SEMUA * WASSALAMU'ALAIKUM ::.